MIWF: Buku Raksasa yang Selalu Dirindukan (Catatan Seorang Volunteer)

Salah satu event tahunan di Makassar yang ditunggu-tunggu adalah Makassar International Writer Festival (MIWF). Sebagai pecinta dunia literasi dan budaya, saya selalu menunggu rekrutmen volunteer. Saya, yang sudah bergabung menjadi volunteer sejak 2013, tidak pernah merasa bosan dan kecewa dengan adanya festival ini. Walau capeknya minta ampun, saya selalu ingin turut andil. Ada sekitar seratus lebih volunteer yang tergabung dengan semangat positif yang ada di diri mereka, juga semangat bekerja sama.

MIWF di tahun 2016 ini mengangkat tema "Baca!". Tema ini terinspirasi dari semakin banyaknya komunitas baca dan pustaka yang tumbuh di Indonesia. Ini dibuktikan dengan adanya pre-event yang dilaksanakan tiga minggu berturut-turut dengan mengundang semua komunitas baca, buku dan literasi, khususnya yang berada di Sulawesi Selatan. Tema dari prevent MIWF 2016 adalah "Read Out Loud!"

Akhir-akhir ini, maraknya pemberangusan buku dan isu komunisme menjadi headline di berbagai media. Dengan itu MIWF 2016 dengan tegas menolak tindakan tersebut. Di tengah banyaknya bermunculan komunitas literasi dan budaya, malah ada aktivitas literasi yang dikebiri. Untuk itu, saat upacara pembukaan MIWF, dianjurkan kepada pengunjung untuk membawa buku bacaannya di penutupan nanti, untuk kemudian bersama-sama mengangkat tangan ke atas mengacungkan buku dan menolak pemberangusan buku! Penutupan MIWF 2016 berlangsung tanggal 21 Mei 2016, bertepatan dengan 18 tahun reformasi.

MIWF diibaratkan oleh Lily Yulianti Farid (Direktur MIWF)  sebagai sebuah buku raksasa, yang dibuka hanya selama empat hari, di mana semua orang bisa membacanya. Berlangsung di tujuh lokasi; enam puluh satu pembicara; dan tiga puluh tiga program acara. Selain program utama, ada Big Ideas Discussion Series, Kids Programs, MIWF Under the Stars; di mana setiap malamnya akan disuguhkan pembacaan puisi, musikalisasi puisi dan pertunjukan teater, tari dan musik, Bioskop MIWF, dan kampanye Ruang Publik 3 Taman 4 Hari, di antaranya Taman Rasa, Taman Baca dan Taman Cahaya.





Di setiap tahunnya, MIWF menghadirkan Tribute to atau sebuah persembahan, penghargaan terhadap tokoh lokal yang dianggap berjasa terhadap dunia literasi. Kali ini penghargaan ditujukan bagi Colliq Pujie, wanita yang menyusun 12 jilid I La Galigo di masa hidupnya pada pertengahan abad ke-19. Penghargaan ditandai dengan pemutaran dan penyerahan film karya sineas Makassar, Andi Burhamzah.

AriReda, duo pemusikalisasi puisi dari karya-karya Pak Sapardi Djoko Damono adalah pertunjukan yang selalu dinanti-nanti di setiap malam. Mereka melakukan tur dari beberapa kota, dan Makassar adalah kota terakhir.

Saat penutupan MIWF 2016, penghargaan World Reader’s Award diberikan kepada Eka Kurniawan. Dalam pidatonya ia mengemukakan, Penghargaan ini bukan saja diberikan kepada saya dan karya saya, tapi juga menjadi sebuah momentum penting bagi kebebasan di Indonesia. Pembakaran, pelarangan, dan sensor buku yang merajalela di mana-mana menjadi bayangan hitam yang selalu mengikuti kita sepanjang sejarah. Kita tidak bisa melupakan dan membiarkan peristiwa-peristiwa buruk mengulang lagi masa lalunya. Pemberangusan buku berarti pembunuhan kepada manusia dan ide-ideanya.

Empat hari yang sungguh luar biasa. Dari pagi hingga tengah malam kami bekerja demi kelangsungan MIWF 2016. Capek, iya. Tapi memiliki teman-teman yang bergabung dalam satu tim dengan tujuan yang sama dan semuanya berpikiran positif tidaklah membuat kami merasakan lelah. Malah, kami saling membakar semangat dengan saling membantu. Kerja keras kami terbayar ketika melihat senyum para pengunjung yang datang. Di malam penutupan, kami semua saling berpelukan. Hasil tidak akan pernah mengkhianati kerja keras. Dan ini semua yang membuat saya tidak jera dan selalu rindu menjadi volunteer, terutama di MIWF.





Ditulis oleh:
Dhani Ramadhani - BBI 1306148




Previous
Next Post »

1 comments:

Write comments
Helvry Sinaga
AUTHOR
27 May, 2016 17:36 delete

Sudah sering saya dengar I La Galigo ini, tapi belum paham isi ceritanya.
Dedikasi yang luar biasa menjadi panitia MIWF ini, kalau bukan karena cinta pada buku, pasti kerjasama ini akan tidak optimal.
Semoga gaung MIWF ini dapat diikuti kota-kota lain di Indonesia. Di sumatera, Jawa, Kalimantan, Papua.

Semoga ya

Reply
avatar